Senin, 03 Januari 2011

Merubah Energi menjadi Cahaya


Mengubah Energi Menjadi Cahaya dengan metode pembelajaran kuantum.
Oleh: Nina Vinolia, SE
Guru  SMAN 1 Sidayu
            Diakui atau tidak bahwa pembelajaran yang terjadi di dalam kelas terkadang masih terasa membosankan. Dimana dominansi peranan guru masih sangat besar, sementara peranan siswa dalam kegiatan pembelajaran dirasa belum maksimal. Guru tidak hanya bertindak sebagai sutradara dalam kelas, namun sekaligus penulis skenario yang membidani prosesi jalannya pembelajaran. Pendek kata kesuksesan atau kegagalan pembelajaran dalam kelas sangat bergantung dengan guru. Akibatnya bagi peserta didik, pembelajaran di sekolah bukanlah suatu kegiatan yang menyenangkan. Pembelajaran menjadi suatu aktifitas yang membelenggu, membatasi dan menyiksa. Contoh konkrit, adalah Eofuria kegembiraan siswa pada saat jam pelajaran kosong atau sekolah dipulangkan lebih awal dan pengumuman liburan sekolah. Pertanyaaannya adalah  apakah ada yang salah dengan model pembelajaran kita? Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pesona televise, internet jauh lebih menarik dan mampu menyihir siswa-siswi kita, ketimbang mendengarkan celotehan gurunya.   
            Antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran yang masih kurang ini, bisa jadi disebabkan oleh kurangnya interaksi, komunikasi serta hubungan yang seharusnya menjadi suatu jembatan antara guru dan murid. Dengan minimnya interaksi tersebut, maka pembelajaran menjadi hal yang tidak menyenangkan. Ditambah lagi, dalam kegiatan pembelajaran di kelas masih menempatkan peserta didik sebagai objek sedangkan guru sebagai subjek. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang bisa memposisikan siswa sebagai pemegang peranan yang penting dalam pembelajaran sementara guru bertindak sebagai pendamping atau teman belajar.
            Saat ini terdapat berbagai macam model pembelajaran. Misalnya pembelajaran kontekstual(contextual teaching and learning/CTL), pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran kuantum (quantum learning).
            Seiring dengan kemunculan berbagai model tersebut, pembelajaran yang terakhir disebut yaitu pembelajaran kuantum, dirasa lebih popular dan banyak pihak  yang menyambutnya dengan gembira terutama di kalangan pendidikan. Hal tersebut dipicu dengan banyaknya kajian dan seminar-seminar yang membahas mengenai pembelajaran kuantum. Lebih jauh yang bisa kita harapkan adalah pembelajaran ini bisa memberikan sumbangsih dan juga solusi terhadap proses pembelajaran di kelas supaya lebih aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (Paikem).
Menurut DePorter (2005:5) Pembelajaran kuantum adalah pembelajaran yang menyelaraskan berbagai interaksi dalam proses pembelajaran menjadi “cahaya” yang dapat melejitkan prestasi siswa dengan menyingkirkan hambatan belajar melalui penggunaan cara dan alat yang tepat dan melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran kuantum merupakan metode pembelajaran yang mengharuskan guru memaksimalkan kemampuannya dalam mempresentasikan bahan ajar dengan cara yang menarik dan menyenangkan.
Oleh sebab itu dalam pembelajaran kuantum di kenal suatu konsep “Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan hantarkanlah dunia kita ke dunia mereka”.  Hal ini menuntut guru untuk mengaitkan materi yang diajarkan dengan peristiwa- peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi, akademik siswa. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan yang lebih mendalam tentang materi pelajaran yang diajarkan oleh guru, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru. Melalui konsep itu bisa dilihat betapa pengajaran dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi lebih jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam pembelajaran.
            Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Bila metode ini diterapkan, maka guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil dalam memberikan materi serta lebih dicintai anak didik karena guru mengoptimalkan berbagai metode.
            Sementara itu, dalam pandangan DePorter, istilah kuantum bermakna “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya, karena semua kehidupan adalah energi”. Di samping itu, dalam pembelajaran kuantum diyakini juga adanya keberagaman. Hal ini bertitik tolak dengan input siswa kita dengan kemampuan, minat dan potensi yang berbeda-beda. Namun perbedaan itu bukanlah suatu hambatan. Guru disini bertindak sebagai pendamping, yaitu bagaimana memberdayakan potensi peserta didiknya.
Belajar kuantum berakar dari prinsip “suggestology” atau “suggestopedia” yang dikembangkan oleh Geogi Lozanov yang menjelaskan bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif. Artinya, hasil belajar yang dicapai oleh anak didik (pembelajar) akan baik apabila lingkungan, proses, dan sumber-sumber belajar memberikan sugesti positif pada dirinya, demikian pula sebaliknya.
Prinsip- Prinsip pembelajaran kuantum
1. Segalanya berbicara
Segala sesuatu yang berada di ruang kelas mengandung sebuah pesan tentang belajar. Sebab itu dalam proses pembelajaran, guru wajib mengubah kelas menjadi komunitas belajar yang setiap detailnya telah diubah secara seksama untuk mendukung belajar yang optimal. Misalnya siswa membuat tempelan-tempelan yang menarik pada dinding-dinding kelas.
2. Segalanya bertujuan
Artinya  semua upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengubah kelas menjadi komunitas belajar mempunyai tujuan, yaitu agar siswa dapat belajar secara optimal untuk mencapai prestasi
maksimal. Tempelan-tempelan pada dinding kelas tidak sekedar sebagai hiasan saja, tapi mengandung tujuan yang besar dalam meningkatkan pembelajaran.
3. Pengalaman sebelum pemberian nama
Proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah memperoleh informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk hal- hal yang mereka pelajari. Pada prinsip ini, guru sebelum menyajikan materi pelajaran harus memberi kesempatan siswa untuk mengalami atau mempraktekkan sendiri. Contoh materi tentang pelaku ekonomi. Setiap manusia adalah pelaku ekonomi, minimal sebagai konsumen. Dengan “pengalaman” tersebut kita akan lebih mudah mengenalkan kepada siswa pemahaman mengenai materi ini.
4. Akui setiap usaha
Keberagaman kemampuan siswa adalah sebuah kenyataan dan bukanlah suatu kendala dalam belajar. Berangkat dari keberagaman itu pula guru harus mampu menghargai setiap usaha mereka. Sehingga siswa yang lemah kemampuannya tidak menjadi minder justru termotivasi untuk meningkatkan diri mencapai hasil optimal.  
5. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
Setelah siswa melakukan serangkain tugas dan kegiatan dalam pembelajaran, maka guru disini harus memberikan reward, misalnya dalam bentuk pujian atas keberhasilan mereka. Hal ini sangat penting terutama untuk membangun semangat dan motivasi sehingga mereka lebih bergairah dalam mengikuti pembelajaran.
Kerangka perancangan pengajaran Quantum Learning dengan pendekatan TANDUR
1.      Tumbuhkan
Tumbuhkan minat belajar siswa dengan memuaskan rasa ingin tahu dalam bentuk : Apakah Manfaatnya Bagiku (AMBAK) jika aku mengikuti topik pelajaran ini. Misalnya tentang materi kelangkaan dan biaya peluang. Siswa diajak untuk memikirkan bahwa sumber daya itu bersifat terbatas/ langka, oleh sebab itu harus melakukan pilihan dalam berbagai hal. Dan ketika kita melakukan suatu pilihan konsekwensinya ada kegiatan lain yang harus dikorbankan (biaya peluang), misalnya selepas SMA kita memilih untuk bekerja, berarti kita harus rela mengorbankan kesempatan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.
2.      Alami
Cara apa yang terbaik agar siswa memahami materi? Pengalaman siswa dapat memberikan kontribusi yang besar dalam mengkontruksi pengetahuan siswa. Dengan pengalaman yang didapat siswa dapat memahami secara alami sesuai dengan kontur perkembangan otaknya.
3.      Namai
Setelah siswa melalui pengalaman belajar pada topik tertentu, ajak mereka untuk menulis di kertas, menamai apa saja yang telah mereka peroleh, apakah itu informasi, rumus, pemikiran, tempat dan sebagainya, ajak mereka untuk menempelkan nama-nama tersebut di dinding kelas dan dinding kamar tidurnya.
4.      Demonstrasikan
Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan kemampuanya di depan kelas. Kalau dalam pelajaran ekonomi, misalnya mengenai materi interaksi pelaku ekonomi, berikanlah kesempatan pada siswa untuk mendemonstrasikan dalam bentuk circular flow diagram bagaimana bentuk interaksi pelaku ekonomi rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan masyarakat luar negeri.  Dengan cara ini siswa akan lebih mudah untuk mengingat dan memahami materi tersebut.
5.      Ulangi
Pengulangan akan memperkuat koneksi saraf. Ulangi pelajaran yang sudah berlalu melalui pancingan-pancingan pertanyaan kepada siswa dan hubungkan dengan pelajaran yang saat ini diajarkan. Dengan pengulangan demi pengulangan, materi yang diajarkan akan menempel pada memori otak siswa.
6.      Rayakan
Perayaan adalah ekspresi kelompok atau seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban dengan baik. Jadi, jika siswa sudah mengerjakan tugas dan kewajibannya dengan baik, layak untuk dirayakan. Misalnya dengan memberikan aplaus atau tepuk tangan dan sudah tentu nilai yang bagus.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kuantum merupakan model pembelajaran yang mengutamakan pada sebuah konsep hubungan serta interaksi antara guru dan siswa. Pembelajaran kuantum juga berangkat dari sebuah kenyataan bahwa peserta didik itu memiliki keberagaman dalam hal kemampuan, minat dan potensi. Dalam Pembelajaran kuantum, dikenal bahwa semua kehidupan adalah energi. Guru harus mampu menciptakan, menjalin dan menjaga suatu interaksi dengan siswa, agar siswa tersebut mampu merubah energi potensial yang ada pada dirinya menjadi cahaya yang akan menerangi, tidak hanya bagi dirinya tapi bagi lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar